Mencari Rejeki Di Tengah Wabah Korona
Dah sebulan Indonesia negeri
yang amat saya cintai ini digoncang wabah korona. Tidak hanya pemerintah yang
kalang kabut harus berupaya mengatasi dari segala aspek yang terdampak. Tetapi
semua elemen masyarakat ikut kalang kabut, karena hampir semua sektor
terdampak. Lebih-lebih golongan warga kurang mampu yang untuk makan keseharian
masih tergantung rejeki hari itu juga. Dampaknya luar biasa.
Saya sendiri, sebagai seorang
penjual produk – produk sparepart industri khususnya element pemanas dan
thermocouple sensors harus putar otak agar kegiatan ini bisa berjalan dengan
baik. Awalnya saya bingung juga, dengan tidak boleh keluar rumah apa yang bisa
saya lakukan. Padahal kegiatan saya selama ini keluar ketemu customer, berdiskusi
produk dan sejenisnya. Lalu saya berpikir, ini saatnya saya punya waktu untuk
giat promosi di media online. Hampir seluruh waktu saya kerja saya gunakan
untuk memperbaiki strategi jualan saya. Termasuk salah satunya memperbaiki
konten website saya yang jumlah hampir sepuluh website. Disamping sesekali
masih keluar rumah ketemu customer jika memang sangat-sangat penting untuk
dibicarakan secara langsung. Misalnya lihat prototif mesin yang dibuat
seseorang, kan tidak bisa hanya lihat video apa fotonya saja. Lebih komplit
jika melihat langsung dengan mata sendiri.
Tetangga saya seorang penjual
mie ayam yang enak banget rasanya. Merubah jualannya dengan hanya menjual
pesanan yang diantar kerumah pembelinya saja. Tidak melayani pembeli yang
datang. Pembeli cukup telpun atau WA pesanannya kemudian penjual
mengantarkannya kerumah pembeli. Katanya lumayan bisa untuk operasional meski
omsetnya tidak sampai 50 % nya dibanding dengan jualan secara terbuka siapa
saja boleh membeli seperti sebelumnya.
Pemilik toko klontong yang
lengkap, diujung jalan perumahan, ketika saya temui mengatakan penjualannya
meningkat. Toko ini sejak sebelum wabah korona ada, sudah melakukan penjualan
antar barang ke pembeli. Dengan adanya korona ini tidak berpengaruh sama sekali
penjualannya. Bahkan kadang-kadang malah meningkat omsetnya. “Mungkin orang
males keluar rumah”, kata pemiliknya. Toko klontong yang bersebelahan persis
dengan Alfa Midi ini memang hebat, tak terpengaruh sama sekali penjualannya
ketiga Alfa Midi hadir persis disampingnya. Begitu pula saat ada wabah korona,
usaha yang lain pada kelimpungan, tetapi toko kelontong ini tetap bisa
mempertahankan omsetnya dan sekali-kali malah mengalami peningkatan. Kuncinya
adalah tetap melayani pembeli dengan sebaik mungkin.
Pedagang ayam dipinggir jalan
yang selalu ramai, katanya juga tidak terpengaruh dengan adanya wabah korona.
Pembelinya tetap banyak, hanya saja sekarang jualannya sudah dikemasi 1 kg dan
2 kg sehingga pembeli tidak perlu menunggu lama tetapi langsung tinggal pilih,
yang 1 kg atau 2 kg atau kelipatannya. Dengan model pembelian yang sudah
ditentukan seperti itu mempercepat pelayanan dan memperkecil interaksi antar
pembeli yang biasanya berjubel. “Bahkan pembeli bisa tidak perlu turun dari
motor maupun mobil, tinggal sebut beli yang berapa kilo langsung kita berikan
barangnya karena sudah siap dalam kemasan”, jelas seorang ibu yang sudah
puluhan tahun berjualan ayam potong dipinggir jalan tak jauh dari GOR Delta.
Seorang pengusaha apotik di
kota delta menceritakan bahwa pengunjungnya saat ada korona ini tak berubah,
bahkan kadang meningkat. Permintaan pembeli semakin beragam, yang semula
obat-obat sakit ringan, seperti flu, batuk dan sejenisnya, saat ini permintaan
masker, sanitizer, dan vitamin sangat melonjak. Tetapi yang jadi masalah,
permintaan yang tinggi tersebut tidak disertai suply yang seimbang. Akibatnya
sering terjadi kekosongan barang yang sangat diminati masyarakat saat ini.
Belum lagi, ada aturan tambahan, pengunjung tidak boleh lagi berjubel melainkan
harus antri dengan jaga jarak dan sebelumnya harus membersihkan tangan terlebih
dahulu mengunakan sanitizer yang sudah disediakan oleh pihak apotik. Mestinya
dengan lonjakan pengunjung keuntungan meningkat, tetapi faktanya barang yang
dibutuhkan masyarakat seringkali kosong tidak ada suply dari distributor.
Intinya, bagaimana roda usaha
agar tetap jalan, harus dicari cara yang berbeda-beda dari tiap-tiap bidang
usaha. Ada yang mudah, dengan hanya memindahkan dari offline ke online, tetapi
ada yang tidak mudah juga, karena jualannya tidak bisa dijadikan penjualan
online, misalnya jualan minuman kopi dan sejenisnya. Tipikal usaha memang
berbeda-beda, ada yang mudah terkena goncangan disaat kondisi tidak wajar,
tetapi juga ada jenis usaha yang tahan terhadap gonjangan kondisi lingkungan
yang tidak normal.
Sebagai seorang wiraswastawan
yang hidupnya tergantung dari kreativitas diri sendiri harus terus mencari
akal, mencari solusi, apapun keadaanya. Ada yang merubah offline jadi online,
ada merubah dari penjualan ditempat menjadi layanan antar. Ada yang merubah
dengan mengedukasi pelanggan, misalnya pelanggan yang datang harus jaga jarak,
harus cuci tangan, harus pakai masker, itu semua sangat mungkin dilakukan
dengan kondisi seperti sekarang. Kondisi yang memprihatinkan bagi kita semua,
termasuk pemerintah.