Mestinya Tidak Ada Mudik
Masyarakat dah mulai bingung
menunggu keputusan pemerintah tentang diijinkannya mudik lebaran atau tidak.
Masyarakat Indonesia memang terbiasa mudik sejak puluhan tahun yang lalu jika
hari raya idul fitri tiba. Tidak ada momen yang seheboh idul fitri di
Indonesia. Pemerintah seringkali dibuat kalang kabut oleh pemudik, karena
jumlahnya mencapai puluhan juta orang, jutaan kendaraan menyebar di seluruh
negeri. Meski yang paling menghebohkan terjadi dipulai jawa.
Mudik sebenarnya bukan ajaran
agama, tetapi budaya bangsa ini terkait perayaan hari raya idul fitri yang
afdolnya dilakukan didaerah asal masing-masing. Lebih-lebih bagi mereka yang
masih punya orang tua, mudik di saat idul fitri seolah wajib harus dilaksanakan.
Bisa dianggap kurang berbakti kepada orang tua jika sampai tidak mudik
sementara tidak ada keperluan yang tidak dapat ditinggalkan ditempat
tinggalnya.
Karena besarnya pergerakan
orang, terutama dari kota besar, seperti ibukota Jakarta, Surabaya, menuju
daerah-daerah sekitarnya mengakibatkan tingkat kerawanan kecelakaan yang sangat
tinggi sehingga pemerintah didukung perusahaan-perusahaan besar, swasta dan
BUMN membuat program mudik gratis. Transportasi disediakan oleh penyelenggara,
dari kota besar ke tujuan daerah yang dituju. Program mudik gratis dengan
tujuan meminimalisasi pemudik menggunakan kendaraan sendiri yang mengakibatkan
jalan-jalan menjadi macet. Lebih dari itu banyak menimbulkan kecelakaan dan
tidak sedikit ada yang sampai meninggal dunia.
Lantas, bagaimana dengan
perayaan hari raya idul fitri yang tinggal kurang dari dua bulan ini? Karena
wabah korona pemerintah menetapkan aturan ketat siapapun yang bepergian dengan
tujuan menghindari penyebaran korona yang demikian cepat dari orang ke orang. Padahal
hari raya idul fitri adalah momen bertemunya banyak orang. Saling mendatangi
kerumah-rumah, atau berkumpul ditempat yang besar dengan acara reuni misalnya.
Ini sangat bertolak belakang dengan peniadaan kumpul-kumpul yang sedang
digalakkan karena wabah korona ini. Haruskan mudik dilarang, haruskan tidak ada
perayaan idul fitri tahun ini? Mudah-mudahan Allah menurunkan mukjizatnya
sehingga pada saat ramadhan tiba wabah korona sudah pergi dari bumi Indonesia,
atau hilang dari seluruh dunia.
Andai tidak ada perayaan idul
fitri apa yang terjadi? Secara agama sebenarnya tidak ada yang dilanggar.
Selama datangnya puasa ramadhan semua yang wajib dapat dilakukan dari rumah
masing-masing. Sedangkan yang tidak wajib, atau sunahnya juga bisa dilakukan
dari rumah masih-masing atau ditiadakan. Seperti sholat terawih dan sholat idul
fitri. Kalau kita menyadari pentingnya program penghentian wabah korona dengan
mentiadakannya perjumpaan dengan banyak orang seharusnya kita semua menyepakati
tidak ada perayaan hari raya idul fitri dulu sebagaimana yang sudah-sudah. Toh
kalau permohonan maaf kepada orang yang lebih tua sekarang ini sudah tersedia
alat komunikasi yang sangat canggih dan gratis.
Namun, budaya idul fitri
sudah mengakar dalam di Indonesia, ada kabar bahwa mudik lebaran nanti tidak
akan diijin oleh pemerintah, meskipun belum resmi, sudah banyak saudara-saudara
kita yang tinggal di Jakarta melakukan mudik sekarang yang hari rayanya masih
kurang 45 hari lagi. Ini pertanda bahwa budaya mudik tidak mudah untuk ditiadakan
bagi sebagian orang. Meski survey yang dilakukan olek kementrian perhubungan 56
% warga Jakarta memilih tidak mudik tahun ini karena dampak korona. Pemerintah
harus bekerja ekstra keras jika ingin benar-benar memperkecil atau mengurangi
dampak korona menyebar lebih luas lagi.
Lantas mana yang harus
dipilih? Membiarkan tetap adanya mudik terbatas, tanpa mudik gratis, atau
menutup mudik dengan dibuatkan peraturan tidak boleh mudik? Pilihannya
sama-sama sulitnya, tetapi demi kepentingan yang lebin besar untuk seluruh
bangsa sebaiknya pemerintah tidak mengijinkan adanya mudik khususnya hari raya
idul fitri tahun ini. Pemerintah harus bekerjasama dengan organisasi keagamaan
seperti Muhammadiyah, NU dan lain-lainnya untuk memberikan pengertian terhadap
pengikutnya bahwa ini merupakan program bersama demi keselamatan bersama. Kita
harus belajar dari China yang mampu melenyapkan korona dalam waktu dua bulan
dengan lockdwon ketat.
Tokoh-tokoh agama yang
berpengaruh harus diajak untuk ikut mengkampanyekan program tanpa mudik. Ini
juga tidak mudah, karena masih banyak tokoh agama yang sering berseberangan
dengan pemerintah. Masih banyak yang berpemahaman untuk menolak korona tidak
harus mengurangi pertemuan silaturahmi langsung, sehingga selalu menolak
kampanye dari pemerintah, misalnya dengan tidak maunya menutup masjid untuk
menghindari berkumpulnya banyak orang. Pemahaman seperti ini nanti yang akan
menjadi tantangan pemerintah jika benar-benar mudik akan dilarang.
Pemerintah memiliki kemampuan
untuk melarang mudik dan perayaan hari raya idul fitri sebagaimana biasanya
dengan mengandeng elemen masyarakat sejak dini, membangung komunikasi yang baik
dengan beragam tokoh, membuat iklan-iklan yang mendidik dan menyejukkan,
pastilah rakyat akan menerimanya dengan sepenuh hati. Toh ini untuk kepentingan
bersama, bukan untuk kepentingan pemerintah, atau golongan tertentu. Semoga,
problem besar ini akan segera usai.